Zarof Ricar Laporkan Penerimaan Gratifikasi Cuma Sekali Selama Menjabat di MA

menggapaiasa.com , Jakarta - Mantan pegawai Mahkamah Agung (MA),صندキャンペキャンペ Zarof Ricar Hanya menginformasikan tentang penerimaan suap sekali saja sepanjang tahun 2012 sampai dengan 2022. Ungkapan tersebut disampaikan oleh Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Laporan dan Pemeriksaan Suap dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Indira Malik.
Indira menyebut bahwa Zarof pernah mengajukan pelaporan tentang gratifikasi ke KPK pada tahun 2018. Dia menambahkan bahwa lembaga antirasuah itu sudah merespons dan memberikan jawaban atas laporannya. “Laporan ini berasal dari tahun 2018 yang berkaitan dengan menerima gratifikasi karena acara perkawinan putranya," ujar Indira ketika menjadi saksi dalam persidangan kasus suap berupa bebas bagi Gregorius Ronald Tannur di PN Jakpus pada hari Senin, tanggal 14 April 2025.
Jaksa Penuntut Umum mengucapkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Indira. Dalam dokumen tersebut, Indira menyebut bahwa gratifikasi yang dilaporkan oleh Zarof adalah sebuah buket bunga seharga Rp 35,5 juta. Buket bunga ini dikirimkan oleh para tamu undangan ke acara perkawinan anak Zarof, Ronny Bara Pratama, bersama Nydia Astari, yang diselenggarakan tanggal 30 Maret 2018 di Hotel Bidakara, Jakarta.
Selanjutnya, jaksa bertanya tentang langkah-langkah selanjutnya yang akan diambil oleh KPK terkait dengan laporannya tentang gratifikasi kepada Zarof. Indira menjelaskan bahwa penerimaan tersebut masih berada dalam ambang batas yang disyaratkan oleh KPK dan karena alasan ini, tidak dinominasikan menjadi milik negara ataupun dipandang sebagai suap.
Saat dimintai keterangan lebih rinci oleh jaksa, dia mengungkapkan bahwa mereka tidak menemukanlaporan gratifikasi dari Zarof kecuali yang ada tahun 2018. "Di luar yang telah disebut sebelumnya tentang laporan gratifikasi pada tahun 2018, apakah tersaksimendapatan informasi lain terkait dengan penerimaan gratifikasi atas namaZarof Ricar?" bertanyajaksa."Kita(KPK)tidakmenemuikannya," jawabIndira.
Jaksa kemudian mengklarifikasikan lagi tentang rentang waktu melaporkan gratifikasi ke KPK saat Zarof berada di MA, yakni antara tahun 2012 hingga 2022.
"Tadi saksi akan menjelaskan tentang adanya laporan gratifikasi periode tahun 2012 hingga 2022 untuk tersangka di mana hanya terdapat satu laporan penerimaan gratifikasi saja, benar?" tanya jaksa penuntut umum. Indira menyetujui pertanyaan itu.
Setelah itu, jaksa menambahkan, "Tidak ada yang lain, kan? Termasuk uang tunai dalam pecahan mata uang rupiah, dolar Singapura, dolar AS, euro, dolar Hong Kong, serta logam mulia seperti emas sama sekali tidak memiliki laporan mengenainya, bukan?"
“Belum ada," jawab Indira.
Pengalihan kasus pemberian suap yang menyebabkan pembebasan Ronald Tannur dimulai saat majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan putusan membela Ronald dari tuduhan pembunuhan terhadap pacarnya, Dini Sera Afrianti. Hakim-hakim dalam tim tersebut adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Kemudian, Kejaksaan Agung mengekspos adanya indikasi suap kepada para hakim serta gratifikasi dibalik putusan aneh ini.
Hakim tersebut dianggap telah menerima suap serta gratifikasi senilai satu miliar rupiah ditambah tiga ratus delapan puluh ribu dolar Singapura yang setara dengan kurang lebih tiga miliard enam ratus tujuh juta rupiah dari Meirizka Widjaja, sang ibu Ronald, lewat perantaraan Lisa Rachmat. Di mana Lisa merupakan pengacara untuk Ronald.
Jenazah mencurigai bahwa imbalan atau janji itu ditujukan untuk mengubah keputusan kasus yang diproses oleh para hakim. Mereka berpotensi menyadarinya bahwa uang dari Lisa bertujuan agar klien mereka dibebaskan secara hukum (vrijspraak).
Di samping itu, Kejaksaan Agung juga mencurigai adanya konspirasi jahat antara Lisa dan Zarof. Kedua pihak tersebut diyakininya telah bersepakat untuk memberikan suap kepada hakim dalam proses kasasi sebesar Rp 5 miliar. Tujuannya adalah supaya keputusan kasasi dapat menguatkan vonis pengadilan negeri di Surabaya yang menyatakan Ronald tidak bersalah.
Jaksa Penuntut mengajukan dua tuduhan terhadap Zarof. Yang pertama adalah upaya, bantuan, atau persiapan kejahatan dalam bentuk penyuapan berkaitan dengan kasus korupsi. Sedangkan yang kedua melibatkan suap yang berkaitan dengan posisinya saat ia menjabat di Mahkamah Agung.
Meskipun begitu, Ronald diputuskan menerima hukuman penjara selama 5 tahun pada tahap kasasi. Akan tetapi, keputusan kasasi itu bukanlah sebuah vonis yang sepenuhnya menetapkan kesalahan Ronald. Hakim ketua dalam proses kasasi yaitu Soesilo memiliki pandangan yang berbeda (opini minoritas) serta menganggap bahwa ada keraguan dalam membuktikan tuduhan atas pelakuan perbuatan pidana oleh Ronald.
Di samping itu, Zarof juga dituduh menerima dana senilai Rp 915 miliar yang terdiri atas uang rupiah dan valuta asing, serta 51 kg perhiasan emas. Dana dan barang-barang berharga tersebut diklaim ia terima saat menjabat di Mahkamah Agung (MA) antara tahun 2012 hingga 2022, dan diyakini berasal dari pihak-pihak yang memiliki perkara di Pengadilan, termasuk pada tahap pertama, banding, kasasi, atau revisi.
Zarof Ricar dituduh berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf a bersamaan dengan Pasal 15 dan Pasal 18 dari Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Penegakan Hukum Terhadap Pelaku TindakPidana Korupsi yang telah dimodifikasi oleh Undang-Undang No. 20 tahun 2001 (UU Tipikor). Selain itu, dia juga disalahkan karena pelanggaran terhadap Pasal 12B serta Pasal 18 dalam UU Tipikor tersebut.
Amelia Rahima Sari dan Jihan Ristiyanti ikut berpartisipasi dalam menyusun artikel ini.
Posting Komentar untuk "Zarof Ricar Laporkan Penerimaan Gratifikasi Cuma Sekali Selama Menjabat di MA"
Posting Komentar