Trump Percaya Apple Akan Pindah ke AS, Begini Alasannya: Mengapa Produsen iPhone Memilih Cina

Presiden AS Donald Trump tetap optimistis Apple akan memindahkan pabrik komponen iPhone dari beberapa negara, termasuk Cina , kepada AS. Berikut adalah alasannya mengapa perusahaan memutuskan membangun perangkat di daerah yang berbeda.

Trump optimis tentang penerapan tarif impor serta kebijakan tarif balasan yang tinggi terhadap China. Hal ini akan menyebabkan barang-barang yang diimpor dari negeri tirai bambu tersebut semakin berharga, seperti halnya dengan iPhone.

Trump menyatakan bahwa tarif balasan terhadap China sebesar 34% akan diberlakukan mulai tanggal 9 April setelah pengumuman pada 2 April. Sehingga, jumlah keseluruhan tariff atas barang impor dari Tiongkok menjadi 54%.

Presiden AS tersebut kemudian mengenakan bea tambahan sebesar 50% bagi impor dari Cina pada hari Selasa (8/4). Sehingga, total kenaikan tarif mencapai 104%, yang akan diberlakukan mulai tanggal 9 April.

Beberapa jam setelah kebijakan tariff 104% diberlakukan, Beijing menyatakan bahwa mereka akan meningkatkan tariff impor untuk produk-produk AS dari sebelumnya 34% hingga 84%, efektif mulai tanggal 10 April.

Trump merespons hal tersebut dengan meningkatkan kembali tarif impor dari China hingga mencapai 125%. Ia percaya bahwa dengan adanya tarif tinggi ini, Apple akan berpindah dan mendirikan pabriknya di Amerika Serikat.

Ketua Media White House Karoline Leavitt pada hari Selasa (8/4) mengulangi lagi pendapat Presiden Trump soal 'iPhone Made in America', menyatakan kembali ide tersebut yang berarti produk teknologi canggih layaknya iPhone bisa dibuat di negeri ini.

" Tentu begitu. Dia percaya bahwa Amerika Serikat mempunyai tenaga kerja, pasukan pekerja, serta sumber daya yang diperlukan untuk mencapainya," ujar Leavitt saat dimintai pendapat tentang keyakinan Trump akan pindahnya produksi iPhone ke A.S., setelah menetapkan tarif impor tingkat tinggi kepada beberapa negara tersebut, seperti dilansir Indian Express, Rabu (9/4).

Agar klaimnya terbukti, Leavitt menyebutkan bahwa Apple tidak akan menanamkan investasi sebesar US$ 500 miliar di AS apabila mereka percaya bahwa pembuatan iPhone tak dapat direalisasikan.

Namun, sebenarnya, investasi US$ 500 miliar yang disebutkan Leavitt tak berhubungan dengan produksi iPhone di Amerika Serikat. Pada pengumuman di awal tahun ini, Apple menyatakan bahwa mereka akan menggunakan dana senilai US$ 500 miliar, menciptakan lapangan kerja bagi 20 ribu pekerja di AS dalam waktu empat tahun mendatang, serta merancang fabrikasi baru di Texas guna meningkatkan program kecerdasan buatan atau AI.

"Dengan keyakinan penuh terhadap masa depan inovasi di Amerika Serikat, kami merasa sangat bersemangat saat ini dalam mengembangkan investasi jangka panjang perusahaan kami di negeri tersebut melalui kesediaan sebesar $500 miliar yang akan dialokasikan untuk kemajuan tanah air kita ke depannya," ungkap Chief Executive Officer dari Apple Inc., Tim Cook pada sebuah rilis resmi.

Seperti yang biasa dilakukan oleh Apple, investasi semacam itu seringkali terjadi. Pada tahun 2018 saat Trump baru saja memulai jabatan presidennya, perusahaan pembuat iPhone tersebut berkomitmen untuk menginvestasikan sebesar US$ 350 miliar. Kemudian di tahun 2021, mereka menyuntikkan dana tambahan senilai US$ 430 miliar.

Sebab Apple Memilih Membangun Pabrik di China

Apple mengalihdayakan manufaktur smartphone ke Foxconn dan Luxshare pada saat ini. Kira-kira 90% dari produksi iPhone dilakukan di China, termasuk iPhone 16 yang nantinya akan tersedia untuk penjualan di Indonesia besok (11/4).

CEO Apple Tim Cook sudah beberapa kali menjelaskan alasannya perusahaan lebih memilih Cina daripada Amerika.

"Terjadi salah paham mengenai China. Keyakinan populer menyebutkan bahwa perusahaan-perusahaan beralih ke China hanya karena upah pekerja yang rendah. Saya kurang tahu wilayah China manakah yang dimaksud, namun fakta menunjukkan bahwa Tiongkok telah lama bukan lagi sebagai negeri dengan biaya buruh terendah," ujar Cook saat berpartisipasi dalam Forum Global Fortune di Guangzhou tahun 2017.

"Dan itu bukan alasan untuk mengunjungi China, dari perspektif rantai pasokan. Sebabnya adalah karena kemampuan, jumlah kemampuan di suatu tempat, serta jenis kemampuannya," jelas Cook.

Buku yang berjudul 'Biografi Steve Jobs' karangan Walter Isaacson menceritakan tentang pertemuan diantara Steve Jobs dengan mantan presiden Amerika Serikat masa jabatan tahun 2009 hingga 2017 yaitu Barack Obama, terjadi pada tahun 2010 dan 2011. Pada saat tersebut, Jobs menyampaikan bahwa salah satu permasalahan pokok dari negara ini adalah kurangnya sekitar 30 ribu engineer terampil yang diperlukan untuk membantu tenaga kerja di pabrik iPhone.

"Apple menggaji sekitar 700 ribu karyawan pabrik di Cina. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan Apple terhadap 30 ribu insinyur lokal untuk membantu para pekerja itu. Sulit menemukan begitu banyak teknisi di AS yang bisa direkrut," jelas Jobs.

Posting Komentar untuk "Trump Percaya Apple Akan Pindah ke AS, Begini Alasannya: Mengapa Produsen iPhone Memilih Cina"