The Last Supper Bak Cermin untuk Melihat Siapakah Kita

ChatGPT memberi data lebih dari 100 film dan serial tentang Yesus telah dibuat. The Last Supper menjadi film terbaru, apa tidak bosan? Apa istimewanya?
Produk film, termasuk film pendek - animasi - serial TV - dokumenter - film panjang dari berbagai negara, yang bersumber dari Alkitab tentu punya tantangan serius. Bagaimana membuat sebuah karya baru dari sumber yang sama.
Jika kita mengerucut ke tema film genre Katolik, maka jumlahnya lebih dari 500 film. Sebuah fakta yang cukup mencengangkan. Sekaligus mengungak identitas Katolik yang terbuka pada perkembangan zaman. Gereja meyakini Roh Kudus terus bekerja dan memberikan inspirasi kepada kita bagaimana Tuhan menyapa kita dari masa ke masa.
Dalam konteks inilah, Film The Last Supper menjadi sebuah karya yang bagus untuk sebuah film yang kisahnya diceritakan berulang-ulang. Kisah yang setiap hari dirayakan dalam misa harian di seluruh dunia. Kisah yang dirayakan secara agung setiap tahun oleh umat Katolik saat Kamis Putih. Kisah yang sudah di luar kepala, bahkan oleh sebagian orang yang bukan beragama Kristen.
Film yang rilis pertama pada 14 Maret 2025 hadir di tengah masa Prapaskah. Yakni, masa pertobatan 40 hari yang dimulai pada Rabu Abu, 5 Maret 2025. Ada misi tersembunyi bahwa film ini dibuat sebagai bahan refleksi kita menuju hidup baru. Ada banyak kisah yang diungkap namun semuanya berujung pada ajakan mengikuti jejak Tuhan Yesus.
Narasi awal dibuka dengan penggambaran sosok Simon Petrus sebagai batu. Petrus yang diperankan oleh James Oliver Wheatley memang menjadi tokoh sentral. Juga ada Yudas Iskariot (Robert Knepper) dan Kayafas (James Faulkner). Ketiganya punya masalah yang sama soal ketidaksetiaan, pengkhianatan, dan lambang manusia berdosa.
Ke-12 rasul Yesus lainnya perannya tidak menonjol. Ada Andreas (diperankan oleh Fredrik Wagner), Yakobus (Ottavio Taddei), Filipus (Vincenzo Galluzzo), Bartolomeus (Abdeslam Bouhssini), Thomas (Billy Rayner), Matius (Youssef Ben Hayoun), Yakobus anak Alfeus (Youssef Tounzi), Tadeus (Yassin Aamir) dan Simon Orang Zelot (Harry Anton). Mereka tidak banyak bicara dalam film ini, dibandingkan dengan Petrus, Yudas, dan Yohanes (Charlie MacGechan). Ibu Yesus, Maria (Mayssae El Halla) dan Maria Magdalena (Nathalie Rapti Gomez) juga merupakan karakter yang kurang berkembang.
Karakter Petrus, Yudas, dan Kafayas dibalut sedemikian rupa mengitari pusat cerita, yakni The Last Supper atau Perjamuan Terakhir. Sekilas kita akan teringat film The Passion of the Christ (2004) karya Mel Gibson yang sangat ikonik. Jika The Passion of the Christ menekankan penderitaan Yesus, maka The Last Supper mundur sedikit yakni Perjamuan Terakhir. Namun film besutan sutradara Mauro Borrelli itu tetap menyajikan kisah sengsara Yesus secara cepat.
Selain itu, Borrelli juga memberi tempat untuk beberapa kisah alkitabiah yang dianggap kurang penting oleh Mel Gibson. Beberapa kisah itu misalnya Yesus memberi makan lima ribu orang, mengusir pedagang di Bait Suci, berbagai mukjizat, serta kisah lainnya. Namun, The Last Supper tetap belum bisa mendobrak popularitas The Passion of the Christ karena bermain “aman” dalam tafsir teologisnya.
Film ini tentu menjadikan Yesus sebagai pusat cerita. Namun, Borrelli memberikan plot yang cukup dominan pada karakter Petrus, Yudas, dan Kayafas. Dalam tradisi Gereja, nama Petrus diberi oleh Yesus yang punya arti batu atau karang. Dia adalah nelayan di Danau Galilea bersama saudaranya, Andreas, sebelum dipanggil menjadi murid Yesus. Dia sering disebut pertama dalam daftar rasul, menandakan perannya yang penting. Kepemimpinan Petrus sangat jelas dan tegas di sepanjang film. Namun apa daya, Petrus menyangkal Yesus 3 kali (lih. Matius 26:69–75), yang membuat Yesus bersedih hati.
Scene yang mungkin paling diingat dalam The Last Supper adalah dialog antara Yudas dan setan. Di beberapa scene, setan digambarkan dengan seekor ular. Bagi penonton yang takut melihat ular, harap waspada saat menonton film ini.
Yudas adalah salah satu dari 12 rasul yang dipilih langsung oleh Yesus (Lukas 6:13–16). Yudas yang disebut sebagai “anak Simon Iskariot” punya peran sebagai bendahara dalam komunitas para rasul dan di film dia juga disebut yang paling pintar.
Di awal film, Yudas sudah mendesak Yesus untuk bersekutu dengan kelompok pemberontak. Apalagi dia melihat langsung mukjizat yang Yesus lakukan. Ia berpikir, dengan kekuatan Yesus maka Israel bisa bebas dari penjajahan Romawi. Artinya, dia bisa menjadi orang penting di kerajaan baru dengan Yesus sebagai rajanya.
Sayangnya, harapan Yudas ditampik Yesus. Berkali-kali Yesus berkata bahwa Dia datang bukan sebagai raja duniawi. Hal ini tampaknya membuat Yudas kecewa dan memutuskan bersekutu dengan setan untuk menjual Yesus (bdk. Matius 26:14–16).
Yang menarik, Yudas menerima 30 keping perak dari Imam Besar Yahudi bernama Kayafas. Baik Yudas maupun Kayafas sama-sama menganggap Yesus sebagai budak. Dalam Keluaran 21:32, ditunjukkan bahwa seorang budak dihargai 30 keping perak. Lihat bagaimana kecewanya Yudas kepada Yesus sampai tega menganggap Gurunya selevel budak. Dan Kayafas yang menghargai Yesus tak lebih dari seorang budak juga menunjukkan bagaimana dia membenci Yesus.
Dalam struktur keagamaan Yahudi saat itu, Imam Besar adalah otoritas tertinggi dalam urusan keagamaan. Selain itu, Imam Besar juga memiliki kekuatan politik yang signifikan di bawah kekuasaan Romawi, karena diangkat oleh gubernur Romawi. Dengan status mentereng, Kayafas kalah popular dari Yesus. Orang banyak lebih mendengarkan ajaran Yesus ketimbang dirinya. Dalam doanya pada Tuhan, Kayafas mempertanyakan mengapa Tuhan memberikan kharisma dan pengaruh besar kepada Yesus sedangkan dia tidak. Kayafas iri, cemburu, dan benci dengan Yesus. Maka tak mengherankan, dia menjadi salah satu tokoh kunci dalam proses penangkapan dan penyaliban Yesus.
Perayaan Kamis Putih
Petrus, Yudas, dan Kayafas adalah kita semua. Siapa di antara kita yang tidak pernah terlibat dalam ketidaksetiaan, pengkhianatan, dan jatuh dalam kelam dosa? Kisah mereka bertiga dibuka vulgar yang arahnya menuju pada meja perjamuan paskah.
Ketidaksetiaan, pengkhianatan, dan dosa dibenturkan dengan keutamaan pengorbanan, kasih, dan pengampunan yang diajarkan Yesus di sepanjang Perjamuan Paskah. Film yang tayang di Indonesia 21 Maret 2025 itu menunjukkan secara tegas makna baru Perjamuan Paskah yang Yesus pimpin, beda dengan Paskah Yahudi.
Peristiwa perjamuan paskah dalam film The Last Supper atau Perjamuan Malam Terakhir diperingati kembali dalam perayaan Kamis Putih, yang tahun ini jatuh pada tanggal 17 April 2025. Kamis Putih adalah hari Kamis sebelum Minggu Paskah, yang menandai awal mula penderitaan Yesus yang akan disalib pada Jumat Agung, dan bangkit di Minggu Paskah.
Pada Kamis Putih ada 3 peristiwa utama yang diangkat juga dalam The Last Supper. Pertama, Perjamuan Malam Terakhir sebagai perayaan pengorbanan diri Yesus. Kedua, Yesus membasuh kaki para murid-Nya. Dan ketiga, saat ini menjadi awal penderitaan Yesus. Setelah makan Yesus berdoa dengan khusus dan takut, lalu ditangkap, dan mulai didera.
Pengorbanan diri Yesus dalam Perjamuan Malam Terakhir ditunjukkan Yesus dengan memecah roti dan membagikannya kepada para murid. Dia juga memberikan anggur kepada semua di meja perjamuan. Roti dan anggur melambangkan diri Yesus yang dikorbankan untuk keselamatan semua orang. Peristiwa ini menjadi titik awal lahirnya Ekaristi, ibadah utama bagi umat Katolik sampai sekarang. Umat Protestan menyebut dengan banyak istilah, di antaranya Perjamuan Kudus, Perjamuan Tuhan, atau yang lainnya.
Saat Perjamuan Malam Terakhir, Yesus membasuh kaki para rasul dan memberi pesan, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi" (Yohanes 13:34–35). Yesus tetap menunjukkan kasih dan pengampunan, meskipun Ia mengetahui bahwa salah satu murid-Nya akan berkhianat.
Ada satu lagi scene yang memikat, yakni saat setan menggoda Yudas dengan berkata, “Selamatkan dirimu.” Konteks godaan ini adalah Yesus yang dianggap sebagai raja baru dan lambang perlawanan terhadap penjajah sudah kalah dan siap untuk disalibkan. Kayafas demi menyelamatkan dirinya, dia menyerahkan Yesus kepada Pontius Pilatus, Gubernur Romawi atas provinsi Yudea. Pilatuslah yang akhirnya memutuskan untuk menyalibkan Yesus.
Yudas pun memilih untuk menyelamatkan dirinya. Dengan kesadaran penuh dia bersepakat dengan Kayafas untuk menyerahkan Yesus dan menerima uang. Setelah Yesus dihukum mati, Yudas menyesal dan mencoba mengembalikan uang perak itu (Matius 27:3–5). Akhir tragis Yudas ditampilkan dalam film saat dia memutuskan untuk gantung diri.
Menjelang akhir film, Petrus memegang kaki Yudas yang masih tergantung. Setan masih berusaha menggoda Petrus yang saat itu sedih karena mengkhianati Yesus. Tali sudah ia pegang dan siap untuk menyusul jejak Yudas. Namun, kisah berbeda ditorehkan Petrus.
Petrus mengakhiri drama ketidaksetiaan, pengkhianatan, dan dosa dengan pertobatan. Petrus memutuskan untuk kembali ke meja perjamuan, makan dan minum bersama Yesus, berbagi dan menyebarkan kasih kepada semua orang.
Proses pertobatan Petrus terangkum dalam narasi di film, "Mungkin itulah aku bagi-Nya. Sebuah batu kasar yang belum berbentuk, rindu untuk dibentuk sesuai tujuan agung yang telah Dia tetapkan bagiku." Penggambaran perjalanan spiritual Petrus sebagai proses pembentukan dan pemurnian oleh Yesus, mengibaratkan dirinya sebagai batu kasar bak karang yang dihaluskan untuk memenuhi panggilan ilahi.
Tak salah Yesus bersabda, “Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku” (Matius 16:18). Kata-kata ini jadi dasar pandangan Katolik bahwa Petrus adalah Paus pertama. Selepas pertobatannya, Petrus mewartakan Yesus sebagai juru selamat, berkhotbah di hari Pentakosta dan sekitar 3.000 orang bertobat (lih. Kisah Para Rasul).
Petrus wafat sebagai martir sekitar tahun 64–68 Masehi di Roma dengan disalibkan secara terbalik. Menurut tradisi, dia tak mau disalib seperti Yesus karena merasa tidak layak.
Jadi siapakah kita saat Minggu Paskah, menjadi Yudas, Kayafas, atau Petrus? contendingforchrist.com
*Artikel ini juga tayang di blog pribadi saya.
Posting Komentar untuk "The Last Supper Bak Cermin untuk Melihat Siapakah Kita"
Posting Komentar