"Berdiakonia Transformatif." LUKAS 5:27-32. Pdt. Rekso Darmojo

Gambar
  Shalom, selamat pagi, saudara-saudara yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus. Selamat berjumpa dalam renungan hari ini.      Pada saat ini kita akan membaca dan merenungkan firman Tuhan.Dan sebelumnya mari kita berdoa.Ya Tuhan Allah Bapak di surga, sumber segala berkat,kami datang kepadamu mengucap syukur atas segala berkat Tuhan.Pada saat ini kami akan merenungkan sebagian dari firman Tuhan.Kiranya roh kudus menerang hibatin kami dan menjadikan kami pelaku-pelaku firman yang sejati.Dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami berdoa. Amin.Firman Tuhan yang akan kita baca dan kita renungkan saat ini,saya ambilkan dari Injil Lukas 5;27-32 Dan ayat yang kita baca ayat 31:32. Demikian firman Tuhan. "Lalu jawab Yesus kepada mereka katanya,Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit.Aku datang bukan untuk memanggil orang benar,tetapi orang berdosa supaya mereka bertobat." Pembacaan firman Tuhan dan tema renungan kita hari ini adalah "Berdiakonia Transformatif."     

TUHAN MENGHENDAKI KITA BERUBAH KEJADIAN 3:1-19

renungan pagi klasis tub-tubaba 


TUHAN MENGHENDAKI KITA BERUBAH

KEJADIAN 3:1-19


Bapak/Ibu/Saudara yang dikasihi Tuhan Yesus, pernahkah saudara mendengar ungkapan yang mengatakan bahwa “dosa akan memperanakkan dosa atau kebohongan akan menghasilkan kebohongan?” Ungkapan ini digunakan untuk menggambarkan sikap orang yang bersalah yang biasanya akan berusaha membela diri atas kesalahannya dan justru ketika berusaha menutupi kesalahan tersebut dengan dalil-dalilnya, yang dihasilkan adalah kesalahan-kesalahan yang baru. Demikian juga orang yang gemar berbohong biasanya akan berusaha menutupi kebohongannya dengan kebohongan yang lainnya.


Perikop bacaan kita hari ini mengisahkan peristiwa tentang kejatuhan manusia dalam dosa yang digambarkan dengan pasangan suami istri pertama yang hidup di Taman Eden. Mereka hidup bersama dengan segala perintah dan peraturan yang sudah diberikan Tuhan. Salah satu perintah yang diketahui oleh mereka adalah, “Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati” (Kej.3:3).


Namun dengan kecerdikan ular yang sangat hebat – ia menggunakan kata-kata yang membuat nalar perempuan di taman itu tergoda, ia memutar-balikkan fakta, seolah-olah Allah menyembunyikan sesuatu terhadap larangan yang dibuat-Nya kepada manusia bahwa manusia akan menjadi seperti Allah bila memakan buah terlarang tersebut – perempuan itu – melalui pandangan dan hatinya – tergoda oleh sesuatu yang indah dan akan memberinya pengertian. Maka diambilnyalah buah tersebut, dan dimakannya. Tidak sendiri, buah itu juga diberikannya juga kepada suaminya. Dan suami tercintanya tanpa berpikir akan larangan yang diketahuinya itu, ia pun memakannya. Mata mereka berdua terbuka, dan mereka menyadari bahwa mereka telanjang!

Tatkala pasangan manusia di Taman Eden itu menyadari telah berbuat tidak taat, Allah hadir. Namun yang disayangkan adalah ketika mereka mendengar langkah-langkah Allah, bukannya menyambut, mereka justru bersembunyi, bahkan ketika Allah menyapa mereka, “Dimanakah engkau?” Mereka memberi dalih atau alasan mengapa mereka bersembunyi! Lebih “parah” lagi bukannya saling menyadari dan meminta pengampunan di saat Allah mengklarifikasi tentang pengakuan ketelanjangan dan ketidaktaatan mereka akan peraturan di Taman Eden, mereka justru saling menyalahkan. Adam menyalahkan Hawa isterinya, dan Hawa menyalahkan ular.


Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, lalu siapa yang dipersalahkan dalam kisah klasik ini? Tentu kesalahan tidak boleh semata-mata dijatuhkan pada pihak si ular sang penggoda. Kesalahan juga harus dibebankan pada manusia pertama. Karena mereka berdua telah menerima firman dari TUHAN Allah yang sangat jelas dan tegas (Kej. 2:17)? Seharusnya mereka tidak membiarkankan firman Tuhan yang telah dipelintir dan dimanipulasi oleh si ular (1, 4-5) merasuki pikiran dan hati mereka (6). Lebih lanjut lagi, ketika mereka sadar akan kejatuhan yang menerpa mereka (7), seharusnya mereka mengaku kesalahan dan bertobat meminta pengampunan kepada Allah. Karena itu adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan belas kasih dan pengampunan Allah. Namun sayangnya, bukannya mereka mengaku dosa, malah justru mempersalahkan pihak lain (12-13).


Allah dalam keadilan-Nya, kemudian memang menghukum keras ular si penggoda dan si pelanggar firman. Ular, perempuan, dan manusia pertama masing-masing harus menerima konsekuensi akibat dosa yang mereka perbuat. Namun tujuan Allah memberi penghukuman bukan sekadar supaya berefek jera, melainkan supaya manusia memiliki pengharapan akan kelepasan sempurna. Manusia dituntut memercayakan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Akan datang waktunya, efek kejahatan yang menimpa mereka turun temurun karena ulah si jahat akan disingkirkan sekali untuk selamanya (15).


Bapak, Ibu, Saudara yang dikasihi Tuhan, kisah klasik ini – dimana saling menyalahkan, menutupi kesalahan dan sulit berubah kepada pembaharuan hidup atau pertobatan – sering terjadi pada manusia. Kita, umat manusia, secara khusus anggota jemaat GKSBS, pernah mengalaminya. Kita mengetahui bahwa jika melalui kata-kata yang tidak baik, diskriminatif, rasialis, memfitnah, “ngrasani” akan mendukakan hati atau membuat orang lain kecewa dan marah bahkan menghasilkan perpecahan. Tindakan kita yang kadang tidak menggambarkan murid Kristus sehingga menjadi batu sandungan bagi orang lain.


Terhadap alam, kita sebagai umat Tuhan di Sumatera Bagian Selatan menjadi bagian penyebab kerusakan lingkungan dan ekosistem. Sering kesadaran kita tidak membawa perubahan bahwa penggunaan pestisida secara berlebihan oleh kita yang sebagian besar adalah petani telah merusak alam secara massif. Hutan yang seharusnya menjadi paru-paru dunia dan menjadi penjaga keseimbangan air dirambah dan dieksploitasi secara berlebihan yang menyebabkan erosi, banjir dan penyumbang pemanasan global. Dan perilaku konsumtif manusia lainnya adalah penangkapan binatang liar untuk dikonsumsi secara berlebihan; telah merusak ekosistem yang ada.


Terhadap perilaku tidak taat akan berbagai kaidah-kaidah dan aturan kehidupan, kita dan GKSBS sudah menerima berbagai dampak yang nyata. Ada pergumulan dan konflik antar pribadi, konflik dan perpecahan dalam jemaat, konflik dan perpecahan dalam masyarakat. Alampun semakin tidak bersahabat dengan kita. Bencana dimana-mana, biaya produksi semakin tidak seimbang dengan hasil yang diniikmati dialami oleh petani. Berbagai dampak tersebut adalah bagian dari sapaan Tuhan. Tuhan menghendaki kita untuk berubah. Mengakui berbagai kesalahan dan berbalik menuju pembaharuan hidup. Tidak terus menerus berdalih, saling menyalahkan dan menghidupi praktik hidup yang tidak benar. Sapaan Allah yang ramah dengan peristiwa-peristiwa yang sederhana, biarlah membawa kita memasuki Masa Pra Paska kepada perubahan-perubahan, membawa kita kepada pertobatan untuk menerima pengampunan dari-Nya. Selamat Merayakan Rabu Abu, selamat merayakan pertobatan dan pengampunan. Amin.




renungan pagi gksbs gedung aji

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan Hari ini GKSBS Gedung Aji.Matius 26:17.SETIA MENGIKUT YESUS DALAM KEADAAN YANG SULIT

RENUNGAN HARI INI. AYUB 1:1-22. TETAP BERSYUKUR DI TENGAH UJIAN

Belajar Mengampuni. Renungan Fajar. Lukas 6:27-36. Kasihilah musuhmu